7/08/25

Laki-laki, Nafkah, dan Jalan Pulang

Ada hal sunyi yang tak banyak dibicarakan,
tentang anak laki-laki yang setelah menikah,
pelan-pelan kehilangan arah untuk pulang — bukan ke rumah, tapi ke hati orang tuanya.

Dulu, saat belum punya apa-apa, ia berkata: “Kalau sudah mapan, aku ingin bahagiakan ibu bapak…” Tapi setelah mapan, setelah rumah tangga dibangun, setelah gaji tetap dan anak-anak lahir satu per satu — janji itu terkubur dalam tumpukan tagihan dan ego.<

Bukan tidak mampu, tapi seolah lupa bahwa ada wajah tua di kampung halaman yang tak butuh banyak, hanya ingin merasa tak dilupakan.

Satu persen dari penghasilan saja, kadang terasa berat. Bukan karena tidak cukup, tapi karena tidak dianggap penting.

Dan di sinilah letak ujian seorang istri.

Banyak perempuan mendambakan suami yang bertanggung jawab, tapi lupa bahwa salah satu bentuk tanggung jawab suami adalah tetap menunaikan baktinya kepada ibu dan ayahnya.

Istri yang baik bukan yang merasa cemburu pada mertua, bukan yang membatasi suami dalam memberi kepada orang tuanya, tapi yang justru mendorong, mengingatkan, dan merangkul: “Mas, jangan lupa ibu dan bapak... mereka butuh doa dan uluran tangan kita.”

Karena rumah tangga yang besar bukan hanya tentang luasnya bangunan, tapi tentang kelapangan hati untuk tetap menghormati orang tua, tanpa harus merasa kehilangan peran sebagai pasangan.

Ingat, orang tua tidak butuh dipenuhi hartanya, mereka hanya ingin tahu bahwa anak yang dulu mereka besarkan, tidak hilang arah setelah berumah tangga.

Mereka tidak minta dibalas, hanya ingin dikenang. Mereka tidak menuntut dihormati, hanya ingin dihargai. Karena mereka tahu, suatu hari nanti, kita semua akan menua dan menunggu —apakah anak-anak kita akan memperlakukan kita seperti kita memperlakukan mereka? Dan karma, selalu punya cara untuk berputar.

6/06/25

Refleksi Idul Adha: Meneladani Nabi Ibrahim, Kekasih Allah

Setiap tahunnya, umat Islam merayakan Idul Adha sebagai momen besar penuh makna. Di balik penyembelihan hewan qurban, tersimpan pelajaran spiritual yang mendalam dari seorang hamba pilihan: Nabi Ibrahim AS, sang Khalilullah (Kekasih Allah). Kisah beliau bukan sekadar sejarah, melainkan cermin untuk menilai kembali hubungan kita dengan Allah, dengan diri sendiri, dan dengan dunia.

Ketaatan Tanpa Tawar

Nabi Ibrahim menerima perintah yang amat berat: menyembelih putranya sendiri, Ismail. Namun yang mengejutkan adalah tidak ada perlawanan dalam diri Ibrahim. Tidak ada pertanyaan, tidak ada penundaan. Ia tunduk sepenuhnya pada perintah Allah.

"Tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.'" – (QS. As-Saffat: 102).

Di sinilah letak keagungan Ibrahim: ketaatan mutlak tanpa syarat. Betapa kita sering kali menunda-nunda, menawar-nawar perintah Allah, atau bahkan mencari-cari alasan agar tidak melaksanakannya.

Pengorbanan yang Tulus

Apa yang lebih dicintai oleh seorang ayah daripada anaknya yang telah lama dinanti? Namun demi cinta yang lebih tinggi – cinta kepada Allah – Ibrahim siap mengorbankannya. Dan yang luar biasa, Ismail pun tidak lari dari perintah itu.

"Wahai ayahku, lakukanlah apa yadiperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." –(QS. As-Saffat: 102)

Ini adalah pelajaran besar tentang keikhlasan. Dalam hidup, ada banyak hal yang kita cintai: harta, jabatan, waktu, kenyamanan. Tapi Idul Adha mengingatkan: apakah kita siap mengorbankan itu semua jika Allah meminta?

Keikhlasan Tanpa Pamrih

Ketaatan Ibrahim tidak dilandasi ambisi dunia. Ia tak mengharapkan imbalan, pujian, atau pengakuan. Semuanya dilakukan karena cinta dan tunduk kepada Rabb-nya.

Allah menguji, dan Ibrahim lulus. Maka Allah mengganti pengorbanan itu dengan sembelihan agung, sebagai bukti bahwa keikhlasan tidak pernah sia-sia.

"Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." –(QS. As-Saffat: 107).

Tawakal yang Mendalam

Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan keyakinan penuh bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan. Nabi Ibrahim tidak tahu bagaimana akhir kisahnya. Tapi ia yakin: Allah Maha Bijaksana.

Tawakal seperti inilah yang harus kita bangun: berani mengambil langkah karena percaya kepada janji Allah, bukan karena sudah tahu hasilnya.

Pendidikan Iman dalam Keluarga

Satu aspek yang kerap luput dari perhatian adalah bagaimana Nabi Ibrahim berhasil mendidik Ismail menjadi anak yang taat dan sabar. Pendidikan iman ini bukan dibangun dalam semalam, tapi melalui keteladanan, komunikasi, dan doa yang panjang.

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat." –(QS. Ibrahim: 40)

Idul Adha menjadi momen yang tepat bagi kita untuk kembali bertanya: Sudahkah kita membina keluarga dalam bingkai iman dan ketaatan kepada Allah?

Menjadi Kekasih Allah di Zaman Ini

Kisah Ibrahim bukan sekadar nostalgia sejarah. Ia adalah peta jalan spiritual bagi kita semua. Di tengah dunia yang penuh dengan ego, kesibukan, dan cinta pada dunia, kita ditantang untuk meneladani Ibrahim: berani taat, ikhlas berkorban, dan yakin kepada Allah.

Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi menyembelih ego, mengorbankan hawa nafsu, dan menumbuhkan cinta kepada Allah.

Semoga kita bisa menjadi kekasih Allah, sebagaimana Ibrahim dicintai-Nya. Aamiin.

6/05/25

Liburan ke Floating Market Bandung

Malam Rabu, istri mulai menyiapkan segala kebutuhan kami: pakaian, alat mandi, hingga obat-obatan. Ia tampak sangat senang, karena tahun ini ada acara liburan dari kantornya. Saya hanya membantu sesekali, lebih banyak mengamati sambil menikmati suasana. Anak pertama kami begitu antusias, seperti biasa—karena setiap tahun memang selalu ada acara "family gathering". Namun, tahun ini sedikit berbeda. Kata istri, tujuan liburannya ke Bandung, tepatnya ke Floating Market. Selebihnya, saya tidak tahu. Ya, kami ikut saja—mumpung dapat liburan gratis!

Kami bangun pukul 04.00. Anak-anak sudah tak sabar, apalagi mereka sudah menunggu momen ini selama setahun. Adik Shanum justru bangun paling duluan. Ini adalah kali ketiganya ikut liburan keluarga, jadi dia sangat bersemangat. Semua persiapan selesai pukul 05.00, dan kami segera memesan kendaraan daring untuk menuju titik kumpul yang telah ditentukan. Rencananya, kami akan berangkat dengan bus pukul 06.30. Namun seperti biasa, beberapa anggota rombongan datang terlambat, sehingga keberangkatan agak mundur.

Perjalanan menuju Bandung memakan waktu sekitar lima jam karena libur panjang membuat lalu lintas sangat padat. Bahkan kami sempat keluar tol untuk menghindari kemacetan yang luar biasa. Akhirnya, kami tiba di Floating Market. Anak-anak terlihat senang bukan main. Karena perut mulai keroncongan, kami mencari tempat makan terlebih dahulu. Setelah makan siang, barulah kami berkeliling area Floating Market. Kakak bermain di taman kelinci, sementara adik memilih wahana permainan anak-anak. Melihat mereka tertawa dan bermain lepas, rasanya lelah terbayar lunas.

Menjelang sore, kami mulai bersiap menuju cottage Daarut Jannah untuk beristirahat. Hari yang panjang ditutup dengan suasana tenang di penginapan, membantu kami melepas lelah.

Hari ketiga, kami bersiap kembali ke Serang setelah menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan, termasuk kunjungan dan aktivitas di Daarut Tauhiid. Pukul 08.00 pagi, kami berangkat pulang. Di perjalanan, kami menikmati waktu bersama dengan bersantai dan mengenang keseruan beberapa hari terakhir. Meski lelah, hati kami senang—karena momen kebersamaan seperti ini selalu terasa istimewa.


6/02/25

Harapan 10 Tahun ke Depan 

(Usia 40 menuju 50)

Aku tidak tahu persis akan seperti apa hidup sepuluh tahun ke depan. Tapi aku tahu bagaimana aku ingin menjalaninya:

  1. Aku ingin tetap sehat, bukan sekadar hidup, tapi hidup yang bertenaga dan sadar. 
  2. Aku ingin lebih sederhana dalam keinginan, tapi lebih dalam dalam makna. 
  3. Aku ingin bisa tersenyum tulus saat menengok ke belakang, bukan karena semuanya berjalan sempurna, tapi karena aku hidup dengan niat baik. 
  4. Aku ingin memaafkan lebih cepat, mencintai lebih pelan, dan bersyukur lebih dalam. Aku ingin tidak terlalu sibuk mengejar hidup, sampai lupa untuk benar-benar menjalaninya. 

Jika Tuhan memberi usia sampai 50, aku ingin sampai ke sana sebagai pribadi yang lebih tenang, lebih ringan, lebih bijak, dan tetap punya semangat untuk belajar.

Doa Pribadi 

Ya Allah,

Di usia yang telah Kau percayakan ini, bimbing aku agar tidak hanya menjadi tua, tetapi juga menjadi dewasa.

Lembutkan hatiku agar tak cepat marah. Kuatkan tubuhku agar bisa tetap menolong. Lapangkan pikiranku agar bisa menerima perbedaan. Dan terangilah langkahku agar tidak sesat dalam kesibukan yang sia-sia.

Ajarkan aku mencintai tanpa menggenggam. Memberi tanpa berharap balasan. Dan menjalani hidup dengan ringan, namun tidak lalai.

Jadikan sisa usiaku berkah, walau mungkin tidak panjang. Dan jika tiba waktuku pulang, biarlah aku pulang dalam keadaan damai— karena telah hidup sepenuh hati.

Aamiin.

6/01/25

Surat untuk Diriku di Usia 40

Untuk diriku yang hari ini genap 40 tahun, Selamat ulang tahun. Aku tahu, perjalanan ke sini tidak selalu mudah. Banyak hal yang harus dilewati—beberapa membekas sebagai luka, beberapa mengukir senyum hangat dalam kenangan. Tapi hari ini, aku ingin berhenti sejenak. Bukan untuk menyesali yang belum tercapai, tapi untuk mengapresiasi sejauh mana aku telah berjalan.

Empat puluh tahun. Angka yang dulu terdengar seperti "nanti", kini telah menjadi "hari ini". Aku tidak lagi mengejar banyak hal karena takut tertinggal, tapi mulai memilih hal-hal yang benar-benar berarti. Di titik ini, aku belajar bahwa kebahagiaan bukan soal seberapa tinggi aku mendaki, tapi seberapa dalam aku memahami diriku sendiri.

Aku ingin jujur padamu: kadang aku merasa terlambat. Ada mimpi yang belum tergapai, ada bagian dari diriku yang belum sepenuhnya hidup. Tapi hari ini aku mengingatkan diriku: belum terlambat untuk mulai, belum terlambat untuk berubah, belum terlambat untuk hidup dengan utuh. Empat puluh bukan akhir, ini awal dari kehidupan yang lebih sadar.

Terima kasih, tubuhku, yang tetap berdiri tegak meski telah menanggung banyak beban.
Terima kasih, hatiku, yang tetap lembut meski sering terluka.
Terima kasih, pikiranku, yang terus tumbuh dan belajar, bahkan saat dunia terasa bising.
Aku janji, mulai hari ini, aku akan lebih menghargai waktu. Bukan karena takut kehabisan, tapi karena aku akhirnya sadar bahwa waktu adalah anugerah, bukan tekanan. Aku akan lebih mencintai, lebih hadir, lebih tenang.

Dan kalau suatu hari nanti aku lupa semua ini, semoga surat ini bisa jadi pengingat untukku.

Selamat ulang tahun, diriku. Mari jalani usia 40 dengan berani, lembut, dan penuh makna.

Dengan cinta dan hormat
– Yogi Purnama

3/05/25

Motivasi Berpuasa di Bulan Ramadan

Ramadan adalah bulan penuh berkah, di mana setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Berpuasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran, keikhlasan, serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Saat berpuasa, kita belajar untuk mengendalikan hawa nafsu, memperbanyak ibadah, dan lebih peduli terhadap sesama. Ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, mendekatkan hati kepada Allah, serta memperbanyak doa dan dzikir.

Ingatlah bahwa setiap kesulitan dalam berpuasa akan berbuah pahala besar. Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Jadikan Ramadan sebagai momentum untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan keistiqomahan dalam menjalankan puasa dengan penuh keikhlasan dan ketaatan.

Tetap semangat dan jadikan Ramadan ini lebih baik dari sebelumnya!

2/28/25

Marhaban ya Ramadan!

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhamdulillah, kita kembali dipertemukan dengan bulan yang penuh berkah, bulan Ramadan yang mulia. Bulan yang di dalamnya Allah limpahkan rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka.

Marilah kita sambut Ramadan dengan hati yang bersih, penuh rasa syukur, dan semangat untuk meningkatkan ibadah. Semoga di bulan suci ini, kita diberi kekuatan untuk menjalankan puasa dengan penuh keikhlasan, memperbanyak amal kebaikan, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Selamat menunaikan ibadah puasa! Semoga Ramadan kali ini membawa keberkahan, kebahagiaan, dan kedamaian bagi kita semua.

Marhaban ya Ramadan!

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2/21/25

Empat Puluh Tahun

Memasuki usia empat puluh, seharusnya bukan lagi saatnya sibuk mencari pekerjaan tetap, melainkan saat untuk tetap bekerja dengan penuh dedikasi dan kebijaksanaan. Di usia ini, pengalaman hidup dan profesional sudah seharusnya menjadi modal utama untuk berkarya, bukan lagi berlari mengejar kepastian yang semu.

Empat puluh adalah masa di mana seseorang mulai menuai hasil dari kerja keras di masa muda. Bukan berarti berhenti berjuang, tetapi berjuang dengan cara yang lebih cerdas dan terarah. Fokus bukan lagi pada mencari penghidupan, melainkan pada bagaimana memberikan nilai, berbagi ilmu, dan menciptakan dampak positif bagi sekitar.

Tetap bekerja di usia ini bukan hanya soal penghasilan, tetapi juga menjaga semangat hidup, kesehatan mental, dan rasa produktivitas. Menjadi panutan bagi generasi yang lebih muda, menunjukkan bahwa konsistensi dan integritas adalah kunci keberhasilan yang sesungguhnya.

Jadi, memasuki usia empat puluh bukan lagi tentang kecemasan akan masa depan, melainkan tentang bagaimana menjalani hari ini dengan bijak, penuh syukur, dan tetap berkarya tanpa henti.

11/03/24

Belajar dan Bermain Seru di Tempat Mancing Anak Selain menyenangkan

Hai, Nak! Bosan di rumah? Yuk, kita pergi ke tempat yang seru banget! Ada tempat bermain khusus buat para pemancing cilik seperti kamu. Bayangkan, kamu bisa menangkap ikan-ikan lucu dengan pancing kecilmu sendiri!

Di sana, ada banyak kolam dengan ikan-ikan warna-warni. Kamu bisa memilih kolam mana yang ingin kamu coba. Ada kolam yang berisi ikan mas kecil-kecil, ada juga kolam yang berisi ikan koi yang besar dan cantik. Seru banget, kan?

Selain memancing, kamu juga bisa belajar tentang berbagai jenis ikan. Ada ikan yang bentuknya unik, ada juga ikan yang warnanya sangat mencolok. Dijamin, kamu nggak akan bosan!

Selain menyenangkan, bermain memancing juga punya banyak manfaat untuk anak-anak, lho! Dengan memancing, anak bisa:

  • Belajar sabar: Menunggu ikan memakan umpan membutuhkan kesabaran.
  • Meningkatkan konsentrasi: Anak harus fokus agar tidak melewatkan momen saat ikan memakan umpan.
  • Menjaga keseimbangan: Saat memancing, anak akan belajar menjaga keseimbangan tubuh.
  • Mencintai alam: Memancing mengajarkan anak untuk menghargai alam dan makhluk hidup di dalamnya.

Nah, sekarang sudah tahu kan, banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari memancing? Jadi, tunggu apa lagi? Ajak orang tua atau kakakmu untuk pergi ke tempat mancing anak terdekat ya!

10/19/24

Nangis Bareng Motor Mogok

Hari ini, cuaca cerah tapi tiba-tiba motor saya mogok di tengah jalan. Saya panik, apalagi anak saya yang masih kecil mulai menangis saya berusaha tenang sambil berusaha mendorong motor. "Ayo, Nak, kita bisa!" saya berusaha menenangkan dia, meski tenaga saya juga terbatas.

Tiba-tiba, seorang pak Gojek melintas dan melihat kami. Dia segera berhenti dan menawarkan bantuan. "Biar saya bantu dorong, Pak," katanya sambil tersenyum. Bersama-sama, kami mendorong motor menuju bengkel terdekat.

Sesampainya di bengkel, mekanik memeriksa motor saya. Setelah beberapa menit, dia menggelengkan kepala. "Oli mesin habis, Pak. Tidak ganti oli bisa bikin motor mogok." Saya merasa bersalah karena lupa mengganti oli, dan langsung meminta mekanik untuk mengisinya.

Anak saya berhenti menangis dan mulai bermain-main di sekitar bengkel sambil tersenyum. Saya berterima kasih kepada pak Gojek yang sudah membantu, dan berjanji untuk lebih perhatian pada motor ke depannya. Akhirnya, motor siap digunakan kembali dan kami pun melanjutkan perjalanan dengan hati lega.